ISTRI-ISTRI
SUAMIKU
“Bapakmu minta
kawin lagi”, wanita setengah baya itu berucap lemas, “Entah kapan penyakitnya
itu akan hilang”. Wanita berusia empat puluh lima tahun itu menghela nafas
panjang, semakin merasa risih dengan kelakukan sang suami yang semakin hari
semakin keladi. Sudah sangat maklum selama ini ia menghadapi kemauan suaminya
yang hobi menikah. Belum genap satu tahun pernikahan ke tiga suaminya dengan
seorang janda dari tempat ia bekerja. Kini Dirjo sapaan sehari-harinya
mengutarakan keinginan untuk menikahi seorang wanita berusia 28 tahun dari
perkenalannya pada acara hajatan mbak Sumi beberapa bulan lalu.
Istri-istrinya
yang lain juga merasa keberatan dengan keputusan suami mereka. Bagaimana tidak,
kali ini Dirjo ingin menikahi seorang perempuan muda, sedangkan ia sendiri
telah beruban sana-sini. Kalau berjalan bersamaan mungkin orang-orang akan
menganggap hubungan mereka adalah anak dan bapak.
Karti,
istri keduanya yang paling menentang pernikahan ini, dari tiga istri Dirjo
memang Karti lah yang pencemburu, ia selalu ingin diperhatikan, waktu lalu ia
cukup tersiksa dengan kecemburuannya pada Ndari, istri ketiga Dirjo, namun kini
kecemburuannya harus diuji kembali dengan permintaan pernikahan suaminya dengan
Rani. “Aku tidak suka Mbak Yu. Mas Dirjo itu apa tidak ingat usia, sudah
beristri tiga masih saja ingin tambah”, Karti berunding dengan Siti, istri
pertama Dirjo yang terlihat paling tenang menghadapi kemauan suaminya.
“Iya,
apa masih kurang dengan istri tiga, kali ini pilihannya semakin muda saja”
timpal Ndari.
“Memangnya
bagaimana perasaan kalian mendengar keinginan Mas Dirjo menikah lagi”? Siti
mulai menanggapi keluhan istri-istri muda suaminya tersebut.
“Sakit
Mbak Yu, aku takut Mas Dirjo tidak membagi kasih sayangnya dengan adil kepada
kita semua”, Karti menggebu gebu.
“Aku
cemburu, bagaimana tidak? Wanita yang akan Mas Dirjo nikahi lebih muda dan
cantik”, Ndari menyeringai.
Siti
hanya tersenyum puas dengan keluhan mereka yang takut termarjinalkan dengan
kedatangan istri baru suaminya tersebut. “Lho memangnya Mbak Yu sendiri
bagaimana? Senyum Mbak Yu aneh sekali” Karti menangkap mimik wajah Siti yang
menampakkan senyum menyindir.
Sekali
lagi ia tampakkan senyum itu, ”Bagus lah kalau begitu, kalian telah merasakan
apa yang pernah aku rasakan dulu ketika Mas Dirjo memilih menikahi kalian dan
menghadirkan kalian dalam rumah tangga kami”, senyumnya semakin lebar.
Dirjo
sendiri bukan laki-laki yang tampan, usianya hampir kepala lima, ia juragan
material yang membuka cabang di beberapa kota, ia memang terkenal doyan kawin.
Dari pernikahan kedua dan ketiganya beberapa tahun lalu tak banyak ia temukan
hambatan, namun untuk pernikahannya yang ke empat ini ia rasakan cukup mendapat
tentangan dari istri-istrinya, terlebih lagi ia merasa pusing dengan
ocehan-ocehan Karti istri keduanya yang menentang habis-habisan keinginannya.
”apa tidak dipikir-pikir lagi?, Lebih baik Mas Dirjo menata diri untuk hari tua
nanti ”, Karti mencoba membujuk suaminya.
“Jangan
mengaturku, aku masih sanggup menikahi 2 wanita lagi” Dirjo mulai tamak. “Apa
mas bisa lebih adil lagi? Dengan 4 istri yang hidup satu atap?”.
“Hey!
Jangan remehkan aku, aku masih bisa menghidupi kalian dengan kecukupan. Uangku
cukup untuk hidup kalian sampai tua” Dirjo beranjak sambil bersungut-sungut
kepada istri keduanya tersebut.
Pernikahan
ke empat Dirjo berlangsung meriah siang tadi, wajahnya sumringah didampingi
istri termudanya yang baru saja ia nikahi. Namun sepertinya keputusan final
Dirjo tersebut semakin menyulut kecemburuan Karti dan Ndari, kedatangan Rani
ditengah-tengah rumah tangga mereka membuat risih saja. Apalagi Dirjo lebih
banyak menghabiskan waktunya dengan Rani. Kisahnya semacam dongeng saja, mereka
selalu menghujat Rani ketika Dirjo berada ditempat kerja, rupanya mereka tak
menerima begitu saja pernikahan ini, kalau bisa mereka akan membuat Rani tidak
betah dan meminta cerai pada Dirjo.
Dan rupanya Rani tak cukup tangguh untuk menghadapi perlakuan-perlakuan dua istri Dirjo itu, ungkapan-ungkapan sinis yang selalu mereka hujankan pada Rani setiap harinya cukup membuat Rani sakit telinga dan rupanya terus menjadi sakit hati. Dan Rani semakin tak punya daya dengan serangan-serangan dua wanita yang tidak menghendaki kehadirannya tersebut, “Kenapa kamu mau saja dijadikan istri keempat Mas Dirjo?, istri Mas Dirjo itu sudah tiga, apa kamu tidak memikirkan nasib kita jika setelah menikahimu kasih sayang Mas Dirjo berkurang pada kita”, Karti menyerang ketus.
Dan rupanya Rani tak cukup tangguh untuk menghadapi perlakuan-perlakuan dua istri Dirjo itu, ungkapan-ungkapan sinis yang selalu mereka hujankan pada Rani setiap harinya cukup membuat Rani sakit telinga dan rupanya terus menjadi sakit hati. Dan Rani semakin tak punya daya dengan serangan-serangan dua wanita yang tidak menghendaki kehadirannya tersebut, “Kenapa kamu mau saja dijadikan istri keempat Mas Dirjo?, istri Mas Dirjo itu sudah tiga, apa kamu tidak memikirkan nasib kita jika setelah menikahimu kasih sayang Mas Dirjo berkurang pada kita”, Karti menyerang ketus.
“Kamu
mau jadi istri keempat Mas Dirjo hanya karena uangnya ya?, Mas Dirjo itu
pantasnya jadi bapakmu bukan suamimu” .
Rani
hanya tertunduk pasrah dengan tuduhan-tuduhan mereka. “Mas Dirjo itu memang
hobi kawin, satu tahun lagi nasibmu juga akan sama dengan kami kalau Mas Dirjo
menemukan wanita yang lebih cantik dari kamu”, doktrin mereka untuk meracuni
dan menyulut api cemburu Rani mulai Rani telan mentah-mentah, sebagai istri
baru yang belum begitu memahami watak Dirjo, ia pun menerima begitu saja semua
omongan mereka.
Kini Rani yang mulai menyerang Dirjo dengan tuduhan-tuduhan sentimen, ia menyalahkan mengapa Dirjo mempunyai Hobi menikah, karena sudah menjadi hobi ia takut jika nanti Dirjo meninggalkan dia untuk menikah lagi, walaupun Dirjo berjanji padanya untuk tidak menikah kelima kalinya. Dirjo yang mendapat tuduhan tersebut merasa panas, ia tak suka Rani mulai ikut-ikutan menyalahkannya. Terlebih lagi ketika ia tahu dua istrinya lah yang meracuni pikiran Rani hingga Rani pun tersulut cemburu kepada dirinya, ia mulai pusing dengan keadaan ini, empat istrinya tak bisa menyatu. Karti dan Ndari belum ingin berhenti membuat Rani tak betah menjadi istri keempat Dirjo.
Kini Rani yang mulai menyerang Dirjo dengan tuduhan-tuduhan sentimen, ia menyalahkan mengapa Dirjo mempunyai Hobi menikah, karena sudah menjadi hobi ia takut jika nanti Dirjo meninggalkan dia untuk menikah lagi, walaupun Dirjo berjanji padanya untuk tidak menikah kelima kalinya. Dirjo yang mendapat tuduhan tersebut merasa panas, ia tak suka Rani mulai ikut-ikutan menyalahkannya. Terlebih lagi ketika ia tahu dua istrinya lah yang meracuni pikiran Rani hingga Rani pun tersulut cemburu kepada dirinya, ia mulai pusing dengan keadaan ini, empat istrinya tak bisa menyatu. Karti dan Ndari belum ingin berhenti membuat Rani tak betah menjadi istri keempat Dirjo.
Tiba-tiba
Dirjo tersadar bahwa sejauh ini Siti lah istrinya yang tidak terlalu banyak
mengganggu kehidupan barunya bersama Rani, istri pertamanya itu memang
bijaksana dan sering memahami dia, bahkan ketika ia memutuskan menikah dengan
Rani. Siti tak banyak berkomentar. Akhirnya ia putuskan meminta solusi kepada
Siti atas permasalahan yang ia hadapi saat ini. “Aku pusing dengan kelakuan
Karti dan Ndari yang ingin Rani membenci saya, dulu waktu aku menikahi mereka
kau saja tidak seperti itu, kenapa sekarang mereka malah menjadi pecemburu
ulung” ungkapnya pada Siti. Sekali lagi istri tuanya itu hanya tersenyum kecut,
“Mereka baru satu kali dimadu saja sikapnya sudah semacam itu, lalu bagaimana
dengan aku? Yang sudah merasakan tiga kali dimadu olehmu”?
”Mengapa
berkata seperti itu? bukankah dulu kamu telah menyetujui aku menikahi mereka?.
Dan bukankah aku sudah sangat mencukupimu dan anak-anakmu? kau tidak akan
pernah hidup susah walaupun kumadu sampi sepuluh kali”
“Apa
Mas Dirjo tahu bahwa semua itu hanya percuma?, untuk apa Mas belikan aku
baju-baju yang bagus dan mahal jika tak ada yang menikmati? Untuk apa Mas
belikan aku parfum mewah asli luar negeri jika tak ada yang mencium harumnya.
Keadilanmu telah banyak hilang kepadaku bahkan ketika kau baru menikah dengan
Karti, namun aku tetap tenang dengan semuanya. Dan sekarang Mas mengeluhkan ini
kepadaku?. Seharusnya aku yang mengeluhkan tekanan batinku bertahun-tahun ini
kepadamu. Sekarang Mas meminta aku memahami perasaanmu, sedangkan
bertahun-tahun Mas mengabaikan perasaanku”. Siti menggebu-gebu dengan tatapan
tajam mengatakan itu semua kepada suaminya yang sedari tadi hanya diam tak
berkutik.
“Aku
bertahan karena anak-anakku. Jika Mas masih setia dengan hobi itu dan sulit
berhenti mengabaikan perasaanku, ceraikan saja aku”, ia menangis berlari
meninggalkan Dirjo dengan perasaan lega atas keluarnya segala beban yang ia
simpan bertahun-tahun lamanya. Dan Dirjo perlahan mulai tersadar dengan ucapan
Siti.
Tenggorokannya
tertahan, sulit ia berteriak memanggil Siti yang sudah berlalu pergi. Sejenak
ia tersadar dengan ungkapan-ungkapan mengejutkan dari istri pertamanya
tersebut. Ia tak mampu banyak berkata hanya ia berbisik lirih yang mungkin
hanya bisa terdengar oleh dirinya sendiri “aku tidak akan menceraikanmu”.
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)