Banyak dari kalangan masyarakat atau mahasiswa pada khususnya, mengetahui adagium atau semboyan “buku adalah jendela dunia”. Hal ini sangat menarik sekali apabila kita perbincangkan pada saat ini, karena realitanya banyak dari mahasiswa sekarang tidak suka membaca buku. Sehingga mahasiswa hari ini tabu akan dunia ini.
Mereka membaca buku ketika ada tugas. Selain itu mereka membaca buku hanya untuk mengisi waktu luang, itupun bukan ilmiah. Padahal, buku merupakan wahana untuk menambah keilmuan, sarana penambah wawasan, pengembangan pengetahuan dan intelektualitas, serta penggerak peradaban.
Di samping itu pula, kita dapat mengupdate informasi dari segala bidang IPTEK, baik itu seni budaya, ekonomi, sosial maupun politik. Ketika kita sudah tidak membaca buku, maka kebodohan dan buta huruf akan semakin banyak.
Pada awalnya, buku bisa mempengaruhi terhadap pengetahuan, pemikiran, intelektualitas, dan terhadap proses ideologisasi. Akan tetapi, karena tidak suka baca buku, maka pengetahuan, pemikiran, intelektualitas dan proses ideologisasi itu akan stagnan dan tidak ada perkembangan. Jika proses ideologisasi itu stagnan, dan tidak mengalami perkembangan, maka dia tidak akan mempunyai tujuan hidup yang jelas.
Untuk meneliti apakah membaca buku berpengaruh terhadap proses ideologi, dan apakah buku masih diminati oleh mahasiswa, maka pada edisi yang ke sebelas ini, buletin Corong PMII Rayon Dakwah tertarik untuk meneliti masalah membaca buku yang dikaitkan dengan proses ideologisasi. Sampel dari penelitian ini seratus orang yang diambil dari mahasiswa semua jurusan yang ada di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hal yang menarik untuk dibahas dalam penelitian tersebut, salah satunya ialah tentang mahasiswa yang sudah tidak suka membaca buka.
Hasil penelitian buletin Corong menyatakan bahwa 30% mahasiswa suka membaca buku, sedangkan yang lebih suka membaca sms sebesar 70%. Hal itu sangat miris sekali, karena budaya baca buku yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Dakwah sudah terbilang minim.
Alasan yang paling banyak diungkapkan ialah malas, dan sudah tidak mempunyai intensi lagi untuk mengupdate pengetahuan baru yang ada di buku. Artinya di sini bahwa rasa keingintahuan mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan sudah tidak ada. Pertanyaannya kemudian, kenapa mahasiswa lebih suka membaca sms daripada membaca buku? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali kepada diri kita masing-masing. Kita harus introspeksi diri kita sendiri mengapa hal ini bisa terjadi. Padahal kita adalah mahasiswa yang tugas utamanya adalah menuntut ilmu, yang kemudian akan berpengaruh juga terhadap ideologinya yang semakin lama semakin matang.
Selain itu pula, bacaan mahasiswa terhadap buku sudah tidak ilmiah lagi, akan tetapi lebih pada bacaan yang berbau fiksi, seperti cerpen, novel dan semacamnya.
Dari hasil penelitian buletin Corong mengenai hal ini ialah sebanyak 46% lebih sering membaca novel, 39% membaca karya ilmiah, sedangkan yang sering baca komik 13% dan not respond 2%. Dari hasil inilah, dapat kita simpulkan bahwa mahasiswa Fakultas Dakwah sudah lebih banyak membaca novel dari pada karya-karya ilmiah, karena membaca novel, lebih mudah dipahami, dan alurnya lebih santai. Ketika bacaannya hanya novel, maka proses ideologisasi juga akan lambat perkembangannya.
Yang lebih penting juga dalam hal membaca, yaitu kondisi membaca kita. Karena berdasarkan penelitian buletin Corong sebanyak 70% mahasiswa mau membaca buku ketika punya waktu luang. Selain itu mahasiswa tidak mau meluangkan waktu khusus untuk konsisten membaca buku. Sedangkan yang terpaksa untuk membaca buku ialah 20%. Dan yang membaca buku hanya karena sumpek(punya masalah lahir dan batin) 10%.
Dari sini kita dapat melihat bahwa mahasiswa hanya membaca buku ketika pikirannya tidak ada masalah. Tidak berangkat dari keingin tahuannya sendiri untuk mencari ilmu pengetahuan baru, padahal mereka sama-sama sadar bahwa ketika membaca buku, ia akan mempengaruhi terhadap pola pikirnya. Mereka juga sadar bahwa membaca itu penting bagi masa depan bangsa ini.
Sebenarnya, idealnya membaca buku apabila kita bisa menjadikan membaca buku sebagai kebutuhan, sehingga kita tidak perlu menunggu waktu kosong untuk membaca buku, malah kita akan menciptakan waktu untuk membaca buku. Jadi, kita tidak perlu waktu kosong untuk mengembangkan ideologi kita, tapi kita harus terus menggali ideologi kita supaya lebih meningkat.
Dari ketiga alasan tersebut di atas (mahasiswa yang lebih suka membaca sms ketimbang membaca buku, dan juga bacaan mahasiswa yang lebih suka membaca novel ketimbang karya-karya ilmiah, dan mereka hanya mau membaca buku ketika pikirannya lagi ada masalah). Sehingga Sangat jauh sekali apabila dikatakan bahwa baca buku bisa berpengaruh terhadap proses ideologisasinya. Karena kenyataannya mahasiswa saat ini sudah tidak ada keinginan untuk membaca buku, dan budaya membaca buku sudah hilang di kalangan mahasiswa, khususnya Fakultas Dakwah.
Makanya jangan heran, ketika mahasiswa hari ini sudah tidak memiliki taring di kalangan masyarakat. Karena memang mahasiswanya sendiri sudah tidak ada budaya baca buku.
Jika dikaitkan dengan PMII yang notabenenya juga bergerak dalam ranah ideologi, maka kita akan melakukan ideologi kepada siapa? Orang yang sering baca buku dan ideologinya sudah mapan, atau kita akan melakukan ideologi pada mahasiswa yang jarang baca buku? Kedua pertanyaan dan jawaban tersebut memiliki konsekuensi yang jelas, dan juga tantangan yang sudah jelas. Hal ini merupakan PR atau tugas kita bersama, selaku orang yang sudah lebih dulu berproses di PMII.
Mereka membaca buku ketika ada tugas. Selain itu mereka membaca buku hanya untuk mengisi waktu luang, itupun bukan ilmiah. Padahal, buku merupakan wahana untuk menambah keilmuan, sarana penambah wawasan, pengembangan pengetahuan dan intelektualitas, serta penggerak peradaban.
Di samping itu pula, kita dapat mengupdate informasi dari segala bidang IPTEK, baik itu seni budaya, ekonomi, sosial maupun politik. Ketika kita sudah tidak membaca buku, maka kebodohan dan buta huruf akan semakin banyak.
Pada awalnya, buku bisa mempengaruhi terhadap pengetahuan, pemikiran, intelektualitas, dan terhadap proses ideologisasi. Akan tetapi, karena tidak suka baca buku, maka pengetahuan, pemikiran, intelektualitas dan proses ideologisasi itu akan stagnan dan tidak ada perkembangan. Jika proses ideologisasi itu stagnan, dan tidak mengalami perkembangan, maka dia tidak akan mempunyai tujuan hidup yang jelas.
Untuk meneliti apakah membaca buku berpengaruh terhadap proses ideologi, dan apakah buku masih diminati oleh mahasiswa, maka pada edisi yang ke sebelas ini, buletin Corong PMII Rayon Dakwah tertarik untuk meneliti masalah membaca buku yang dikaitkan dengan proses ideologisasi. Sampel dari penelitian ini seratus orang yang diambil dari mahasiswa semua jurusan yang ada di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hal yang menarik untuk dibahas dalam penelitian tersebut, salah satunya ialah tentang mahasiswa yang sudah tidak suka membaca buka.
Hasil penelitian buletin Corong menyatakan bahwa 30% mahasiswa suka membaca buku, sedangkan yang lebih suka membaca sms sebesar 70%. Hal itu sangat miris sekali, karena budaya baca buku yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Dakwah sudah terbilang minim.
Alasan yang paling banyak diungkapkan ialah malas, dan sudah tidak mempunyai intensi lagi untuk mengupdate pengetahuan baru yang ada di buku. Artinya di sini bahwa rasa keingintahuan mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan sudah tidak ada. Pertanyaannya kemudian, kenapa mahasiswa lebih suka membaca sms daripada membaca buku? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali kepada diri kita masing-masing. Kita harus introspeksi diri kita sendiri mengapa hal ini bisa terjadi. Padahal kita adalah mahasiswa yang tugas utamanya adalah menuntut ilmu, yang kemudian akan berpengaruh juga terhadap ideologinya yang semakin lama semakin matang.
Selain itu pula, bacaan mahasiswa terhadap buku sudah tidak ilmiah lagi, akan tetapi lebih pada bacaan yang berbau fiksi, seperti cerpen, novel dan semacamnya.
Dari hasil penelitian buletin Corong mengenai hal ini ialah sebanyak 46% lebih sering membaca novel, 39% membaca karya ilmiah, sedangkan yang sering baca komik 13% dan not respond 2%. Dari hasil inilah, dapat kita simpulkan bahwa mahasiswa Fakultas Dakwah sudah lebih banyak membaca novel dari pada karya-karya ilmiah, karena membaca novel, lebih mudah dipahami, dan alurnya lebih santai. Ketika bacaannya hanya novel, maka proses ideologisasi juga akan lambat perkembangannya.
Yang lebih penting juga dalam hal membaca, yaitu kondisi membaca kita. Karena berdasarkan penelitian buletin Corong sebanyak 70% mahasiswa mau membaca buku ketika punya waktu luang. Selain itu mahasiswa tidak mau meluangkan waktu khusus untuk konsisten membaca buku. Sedangkan yang terpaksa untuk membaca buku ialah 20%. Dan yang membaca buku hanya karena sumpek(punya masalah lahir dan batin) 10%.
Dari sini kita dapat melihat bahwa mahasiswa hanya membaca buku ketika pikirannya tidak ada masalah. Tidak berangkat dari keingin tahuannya sendiri untuk mencari ilmu pengetahuan baru, padahal mereka sama-sama sadar bahwa ketika membaca buku, ia akan mempengaruhi terhadap pola pikirnya. Mereka juga sadar bahwa membaca itu penting bagi masa depan bangsa ini.
Sebenarnya, idealnya membaca buku apabila kita bisa menjadikan membaca buku sebagai kebutuhan, sehingga kita tidak perlu menunggu waktu kosong untuk membaca buku, malah kita akan menciptakan waktu untuk membaca buku. Jadi, kita tidak perlu waktu kosong untuk mengembangkan ideologi kita, tapi kita harus terus menggali ideologi kita supaya lebih meningkat.
Dari ketiga alasan tersebut di atas (mahasiswa yang lebih suka membaca sms ketimbang membaca buku, dan juga bacaan mahasiswa yang lebih suka membaca novel ketimbang karya-karya ilmiah, dan mereka hanya mau membaca buku ketika pikirannya lagi ada masalah). Sehingga Sangat jauh sekali apabila dikatakan bahwa baca buku bisa berpengaruh terhadap proses ideologisasinya. Karena kenyataannya mahasiswa saat ini sudah tidak ada keinginan untuk membaca buku, dan budaya membaca buku sudah hilang di kalangan mahasiswa, khususnya Fakultas Dakwah.
Makanya jangan heran, ketika mahasiswa hari ini sudah tidak memiliki taring di kalangan masyarakat. Karena memang mahasiswanya sendiri sudah tidak ada budaya baca buku.
Jika dikaitkan dengan PMII yang notabenenya juga bergerak dalam ranah ideologi, maka kita akan melakukan ideologi kepada siapa? Orang yang sering baca buku dan ideologinya sudah mapan, atau kita akan melakukan ideologi pada mahasiswa yang jarang baca buku? Kedua pertanyaan dan jawaban tersebut memiliki konsekuensi yang jelas, dan juga tantangan yang sudah jelas. Hal ini merupakan PR atau tugas kita bersama, selaku orang yang sudah lebih dulu berproses di PMII.
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)