Moh. Syarrafah*
Sejarah bercerita banyak tentang jiwa-jiwa mahasiswa yang idealis, akalnya yang kritis, hatinya yang filosofis serta cita-citanya yang demokratis. Tidak sedikit mahasiswa yang telah turut serta dalam terjadinya pola evolusi kehidupan manusia, berkat jiwa, hati, akal dan cita-cita mereka kita bisa hidup dengan mengenal kemerdekaan, keadilan, HAM, demokrasi, reformasi dan sederetan tatanan nilai filosofis yang mencita-citakan kehidupan masyarakat yang harmonis.
Banyak mahasiswa yang suskses mengukir sejarah dan malakukan penetrasi kedalaman berpikir dan kreativitasnya mengolah realitas ke dalam teori dan Aksi. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang mempunyai pangaruh sangat besar terhadap kedinaminsan kehidupan dunia. mulai dari mahasiswa yang menjadi filosof, saintis, dan reformis. Mereka seakan menjadi Nabi dizamannya masing-masing yang selalu memperbaiki kehidupan masyarakat.
Di dunia yang luas ini, mahasiswa diberbagai belahan dunia sudah menunjukkan talenta dan ketajaman taringnya dalam merubah tatanan kehidupan lebih dinamis dan demokratis, di Prancis dengan Revolusinya, di Inggris dengan revolusi industrinya dan Amerika dengan perjuangan HAMnya, di Jerman Mazdhab Franrutnya, di Indonesia dengan Reformasinya dan diberbagai negara lainnya, perjuangan mereka begitu tercetak tebal dalam berbagai buku-buku dan media sehingga nama mahasiswa melambung tinggi. Meraka bagaikan tawon yang selalu menawarkan kemanisan dalam hidup dan bahkan dipuji bagai dewa yang selalu menebarkan berkah bagi kaum-kaum tertindas, dan memberi kutukan bagi para penindas.
Mereka akan tampil dan keluar kampus sebagai sarang mereka, jika ada suatu negara yang membiarkan masyarakatnya kelaparan, mereka akan datang untuk malakukan demonstran. Jika suatu negara membiarkan masyarakatnya dalam kemiskinan, maka mahasiswa akan datang untuk menuntut pemimpinnya turun jabatan. Dan jika negara menindas masyarakatnya, mahasiswa tidak segan-segan untuk angkat senjata dan melakukan peperangan. Mereka selalu datang tanpa diundang dan pergi tanpa diantar, di mana ada ketidakadilan, mereka akan datang membawa kutukan. Dengan talenta dan kekhasanya yang memenuhi setiap panggung kehidupan, baik politik, ekonomi, agama, atau pun sosial kebudayaan. Dan mereka akan kembali lagi kekandangnya (kampus), jika cita-citanya telah tercapai dan perubahan telah dilakukan, penindasan telah usai dan mereka tidak juga terbuai dengan kekuasaan apa lagi uang. Itulah sebabnya gerakan mahasiswa, oleh Arief Buniman disebut dengan kekuatan moral (moral force).
Kekuatan moral itulah yang mengakar dalam jiwa-jiwa reformis mahasiswa dalam menegakkan dan memperjuangkan kebenaran yang tersebar dalam spekturm nilai demokrasi, keadilah, kemakmuran, HAM dan sebagainya, jadi memperjuangkan nilai-nilai moral itulah yang menjadi inti gerakan mahasiswa, bukan mencari kedudukan maupun kekuasaan.
Akan tetapi cita-cita mulia dan idealisme mereka, tidak terwariskan secara kontinu kepada para keturunannya. Mereka (mahasiswa sekarang) seakan terbuai oleh rebutan kekuasaan dan terbungkam oleh sejumlah uang yang sering disumbatkan ke dalam mulut mereka agar berhenti mengkritik, ditutupkan kematanya agar tidak melihat realitas yang terjadi, ditutupkan ketelinganya agar tidak mendengar jeritan rakyat. Bahkan tidak sedikit dari mareka—yang awalnya bertiriak dijalanan untuk menyuarakan jeritan hati rakyat—malah memilih untuk duduk dan berkipas-kipas dengan uang dikursi kekuasaan yang ditawarkan oleh para elit penghianat rakyat.
Bahkan demontrasi yang seringkali mereka lakukan tidak lagi murni untuk melakukan perubahan dan memberantas segala macam bentuk penelikuangan yang dilakukan oleh para birokrat yang keparat. Akan tetapi demonstrasi yang mereka lakukan dengan menggunakan ayat-ayat suci suara rakyat hanya sebatas dimulut dan menjadi omong kosong mereka, tapi saat mereka dihadang oleh sejumlah tumpukan uang, dihadang oleh seribu kursi jabatan mereka seakan terhipnotis untuk diam. Bahkan ada juga mereka yang menjadi demontran, karena dibayar oleh seseorang untuk menjatuhkan rival politiknya atau ancaman terhadap kekuasaannya, hingga mereka layaknya buruh yang sedang bekerja diindusti demi uang untuk anak dan isteri.
Naif dan mengecewakan memang, tapi itulah kondisi mahasiswa sekarang, ayat-ayat suci mereka tak lagi disanjung dan dipuji oleh masyarakat, bahkan tak sedikit masyarakat yang mengeluh, karena aktivitas demontrasi mereka menyebabkan kemacetan jalan raya tapi tidak membawa perubahan terhadap tatanan kehidupan manusia.
Pragmatisme gerekan mahasiswa saat ini telah mengecewakan dan merisaukan masyakat, sehingga kepercayaan mereka terhadap mahasiswa sudah mulai berkurang, dan mereka tidak lagi menggunakan mahasiswa untuk menyuarakan hatinya, mereka lebih memilih untuk melakukan sendiri. Karena mahasiswa sudah mengalami disorientasi dari idealime perubahan menjadi pragmatisme material semata.
Gaung mahasiswa sudah mulai berkurang, aksi mereka sudah tak lagi didengarkan, bahkan ditertawakan oleh sebagian para birokrasi negara, karena mereka telah menganggap aksi yang mereka lakukan hanyalah sebatas permainan dalam perpolitikan saja.
Dari realitas inilah, tak menutup kemungkinan pergerakan mahasiswa akan tergeser dan turun panggung dan terhapus dari buku-buku sejarah. Lalu siapalagi yang akan menjadi dewa bagi kaum tertindas? Dan siapa yang akan menjadi Nabi bagi para Jahiliyah? Dan siapakah yang akan meluruskan kembali gerakan mahasiswa untuk kembali ke-rel-nya? Itulah sekelumit pertanyaan yang memprihatinkan yang harus terjawab oleh mahasiswa generasi modern.
Adalah menjadi tanggung jawab besar bagi mereka yang masih memiliki kesadaran partisipatif, bagi mereka yang masih menjunjung tinggi idealisme kemahasiswaannya untuk mengembalikan ritme pergerakan mahasiswa dari gerakan politik kekuasaan menuju gerakan politik nilai. Maka ada tiga elemen yang bertanggung jawab besar dalam hal ini yaitu Kampus, organisasi pergerakan, dan organisasi kemahasiswaan.
Kampus memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan mentalitas mahasiswa, karena disinilah pertama kali pembaptisan atau sumpah mahasiswa dilakukan. Tidak hanya membebani mahasiswa dengan tugas-tugas matakuliah yang selesai dengan nilai A,B,C atau D. tapi bagaimana kemudian pendidikan yang dilakukan di dalam kampus dapat membentuk mentalitas mahasiswa yang ideal, kreatif, responsif serta peka terhadap realitas yang ada disekelilingnya. Dan hal ini, cendrung tak pernah terpikirkan oleh para birokrasi kampus, padahal Mahasiswa mempunyai peran yang sangat signifikan terhadap keberlangsungan proses dinamisasi kekuasaan yang demokratis.
Yang kedua, organisasi pergerakan—dalam hal ini PMII dan yang lainnya—harus lebih responsif terhadap kebutuhan kader yang terinspirasi oleh realitas masyarakat yang terjadi. tidak hanya penanaman ideologisasi yang berorientasi gerakan pada pengakuan eksistensi organ yang ada, sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan hanya bersifat parsial dan sarat dengan kepentingan organisasi, bukan kepentingan rakyat. Artinya kalkulasi hasil dari gerakan yang dilakukan seharusnya berakhir pada kesejahteraan rakyat, bukan pada kesejahteraan organisasi semata.
Organisasi kemahasiswaan kampus—yang dalam hal ini meliputi Badan Eksekutif Mahasiswa, Pers Kampus, dan organisasi internal kampus lainnya—juga mempunyai peran yang sangat siginifikan sebagai ruang publik dalam miniatur negara tersebut, aspirasi gerakan serta kritik konstruktif mahasiswa terhadap setiap kebijakan harusnya terakomodir dalam media-media kampus sebagai jembatan awal membangun opini publik. Sehingga gerakan mahasiswa bisa berjalan secara dinamis dan terlepas dari berbagai kepentingan yang mengikat.
Ketiga elemen inilah yang mempunyai tanggung jawab besar untuk mengembalikan gerakan mahasiwa kepada rel-nya, akan tetapi pertanyaanya sekarang apakah ketiga elemen tersebut sudah bebas dari kepentingan? Ataukah masih ada lilitan keterkaitan secara politik antara mereka dengan birokrasi Negara.
*Penulis : mahasiswa yang sedang mengalami traumatik dalam setiap
Gerak dan langkahnya. Serta dilematis dalam setiap sikap dan pikirannya
Hanyalah sebatas harapan dari seorang mahasiswa yang
merupakan bagian kecil dari komunitas dunia
untuk kembali ke jalan menuju kebenaran.
"PASANGLAH TELINGA DAN MATAMU UNTUK MELIHAT DAN MENDENGAR SABDA HATI NURANI KITA KEMBALI”
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)