this site
HUKUM BAGI HATI NURANI YANG TERBUANG
Tuhan menciptakan manusia lebih sempurna dari pada makhluk-makhluk yang lain. Tentunya, derajat, sifat serta etika manusia lebih baik daripada makhluk yang lain. Akan tetapi saat ini banyak manusia yang tidak beretika. Di era modernisasi yang sarat akan kemajuan seharusnya membuat manusia lebih canggih serta lebih maju, namun di era modernisasi ini manusia  tingkah lakunya tidak jauh berbeda dari  binatang. Bahkan lebih jelek dari pada binatang.

Hal ini didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi pada saat ini. Yang paling gencar-gencarnya ialah isu trafficking (perdagangan anak dan perempuan) dan juga pembuangan bayi yang sering ditemui di tong sampah oleh pasukan kuning (tim kebersihan). Kasus ini tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kasus ini banyak dilakukan oleh mereka-mereka yang sudah hilang hati nuraninya. Lantas bagaimanakah hukum menyikapi masalah ini?

Tentunya disini kita dituntut untuk berfikir sejenak mengenai kasus-kasus tersebut, dan menuntut kita untuk melakukan perubahan-perubahan yang sangat signifikan. Tulisan ini bermaksud ingin mengajak pembaca untuk menganalisis dan merenungkan kasus-kasus tersebut.


Pertama, isu trafficking (perdagangan anak dan perempuan). Di Indonesia isu ini sudah masuk pada masalah yang sangat krisis dan memprihatinkan, tentunya masalah anak ini sangat membutuhkan perhatian dan perlindungan hokum secara khusus (children in need special protection) bagi korban trafficking, yang mana perlindungan ini harus dilakukan oleh semua pihak, terutama pemerintahan yang memegang tampuk kekuasaan, karena sampai saat ini belum ada penanganan khusus bagi korban trafficking.

Secara yuridis, Indonesia sampai saat ini tidak ada hokum yang mengatur secara spesifik tentang perdagangan anak dan perempuan. tapi kalau secara eksplisit ada hokum yang menerangkan tentang perdagangan anak dan perempuan, yaitu:

Pasal 297 KHUP menyatakan bahwa :”perdagangan wanita dan perdagangan anak laki laki yang belum dewasa,diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

Pasal 65 UU No.39 Tahun 2999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa : “setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual,penculikan,perdagangan ank,serta berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika ,psikotropika,dan zat adiktif lainnya”.

Pasal 297 KHUP diatas tidak menjelaskan batasan usia bagi anak anak dan definisi perdagangan anak secara jelas serta unsur-unsur yang terkait kedalam kejahatan trafficking. Sedangkan Pasal 65 UU 39 Tahun 1999 tidak menjelaskan sanksi hukum bagi pelaku kejahatan trafficking ,disamping itu tidak menjelaskan perlindungan hukum bagi korban atau saksi-saksi ,konfensasi untuk korban serta aspek aspek penting dari penanggulangan perdagangan anak yang direkomendasikan oleh konvensi internasional. Sehingga dalam prakteknya, pasal-pasal ini sulit digunakan untuk menjerat para pelaku kejahatan kemanusiaan ini.

Hal ini tentu sangat menggugah hati kita, karena ini dapat dikatakan sebagai perbudakan modern di zaman modernisasi. Padahal perbudakan itu sudah dihapuskan sejak Indonesia merdeka. “karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan peri keadilan”, demikianlah bunyi  pembukaan undang-undang dasar 1945. Teks pembukaan UUD ’45 tadi hanya menjadi teks belaka, karena aplikasinya sekarang sudah dipertanyakan, dalam artian sudah jarang diterapkan.

Kasus trafficking pun tidak pernah tuntas. Kita juga patut bersedih bahwa data trafficking di negeri kita meningkat dari tahun ke tahun. Sebagaimana yang dikabarkan oleh detikcom, pada 2004 terdapat 76 kasus, 2005 terdapat 71 kasus, 2006 terdapat 86 kasus, dan melonjak dua kali lipat menjadi 177 kasus pada 2007 dan 88 kasus pada 2008. Data ini sudah cukup menyadarkan kita bahwa masyarakat Indonesia sudah banyak yang menjadi korban ataupun pelaku dari trafficking.

Kedua, kasus pembuangan bayi yang paling menyentuh hati kita, seakan-akan mereka diciptakan oleh tuhan dengan tanpa nyawa, karena setelah dia lahir tidak ada yang perhatian, yang mengurusi bahkan hanya jadi beban bagi ayah ibunya yang tidak mau bertanggung jawab terhadap perbuatannya itu. Padahal dia tidak berdosa, lahir dengan keadaan fitrah (suci) tapi karena dilahirkan oleh insan yang bernafsu syetan, maka dia menjadi korban dari nafsu syetan itu.

Inilah kasus yang sering terjadi di masyarakat kita Indonesia, pergaulan bebas dan aktivitas free seks sudah menjadi kebiasaan bagi para remaja masa kini, mereka hanya mencari kepuasan dirinya sendiri tanpa mempedulikan dosa, sehingga perbuatan dosa inilah yang menghasilkan janin, namun ayah ibunya belum siap menerima keberadaan sang janin, baik secara mental atau fisik, sehingga kalau sudah seperti itu, di buang di tong sampahlah solusi efektif demi menutupi aib mereka berdua, meskipun mereka sadar bahwa hal itu tidak sesuai dengan hati nuraninya yang paling dalam, tapi itu tidak dihiraukannya. Mereka tetap pada pendirian melenyapkan bayi itu dengan cara bagaimanapun.

Mereka lebih mendahulukan ego dari pada hati nuraninya. Kalau sudah seperti itu, apa bedanya manusia sekarang dengan kaum jahiliyah yang terjadi sebelum datangnya islam?, apa bedanya kaum jahiliyah yang tidak mengenal islam dengan manusia modern yang sudah banyak mengetahui tentang islam?. Saya kira tidak ada bedanya. Bahkan kalau boleh disimpulkan, manusia modern lebih jelek dari pada kaum jahiliah, karena manusia masa kini sudah mengerti tentang islam dan ajaran-ajaran tentang islam, tetapi mereka masih berani melanggar ajaran tersebut.

Salah satu factor yang juga menyebabkan hal itu terjadi ialah kemajuan tekhnologi, media elektronik yang di gunakan secara negative. Yang pasti pornografi dan porno aksi menjadi penyebab yang paling bisa kita liat pengaruhnya, internet pun merupakan salah satu penyebab dari semua ini yang disalah gunakan oleh manusia penggunanya. Hal itu semua tergantung pada diri  kita sendiri sebagai penggunanya, kalau kita manfaatkan dengan baik saya kira dapat bermanfaat  untuk menambah ilmu pengetahuan kita, akan tetapi kalau kita gunakan dengan negative, maka itu akan berdampak juga pada hal yang negative. Seperti pemerkosaan yang akibat akhirnya yaitu pembuangan bayi-bayi di tong sampah.

Kalau menurut konsep islam hal ini sudah sangat  jelas sekali, yang mana tercantum dalam ayat Al-Quran surah An-Nisa' ayat 93:

"Dan barang siapa yang membunuh mukmin dengan sengaja maka balasannya neraka jahanam, kekal dia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab siksa yang besar".  

Dalam ayat ini kita diajarkan untuk tidak membunuh mukmin dengan sengaja, apalagi membunuh bayi yang tak punya dosa, baru lahir dan masih sangat membutuhkan kasih sayang. Tentu dapat kita rasakan sendiri kebiadaban orang tua yang membuang anaknya sendiri setelah lahir.

Dari dua kasus di atas tentunya dapat diusahakan perubahannya, disini peran dari semua pihak sangat menentukan terhadap  perubahan yang sangat signifikan, dan lagi-lagi pemerintah yang sangat berperan aktif dalam perubahan ini, pihak pemerintahan seharusnya mengatur secara khusus mengenai dua kasus diatas, karena sampai saat ini tidak ada hokum khusus yang mengatur, melarang dan dan semua hal yang berkaitan dengan kasus-kasus tersebut. Setelah ada hokum itu maka penerapannya pun harus sesuai dengan hokum yang sudah diatur, sehingga kasus itu tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada khususnya, dan seluruh dunia pada umumnya.

Yang paling penting disini ialah melalui tulisan ini kita dapat sadar dan dapat menggugah hati kita untuk merenung tentang keadaan sekitar yang sudah jauh dari standar hati nurani kita sebagai orang islam, seakan-akan manusia sudah hilang hati nuraninya karena semua tindakannya sudah jauh dari hakekat manusia yang tercipta lebih baik dari pada makhluk lain. Sebenarnya kemanakah hati nurani manusia modern? Jangan diam, Renungkan lah…..
0 komentar

Posting Komentar

Flag Counter

free counters
Link Top Tutorial Blog Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Kotak Berlangganan

Enter your email address:

Followers

About Me

Foto saya
saya berasal dari orang yang menengah kebawah, tapi dengan keinginan kuat saya, tak menjadi penyebab bagi saya untuk tidak meneruskan kuliah, tekad yang bulat, dan keinginan yang menggebu-gebu mendorong saya untuk melang-lang buana atau merantau ke daerah yang jauh dari tanah kelahiran saya.