this site
CUCI OTAK VERSI NII
Perbincangan masalah negara islam Indonesia (NII), memang hangat sekali untuk di dijadikan bahan diskusi pada kesempatan kali ini. Karena semakin hari semakin bertambah korbannya. mulai dari kalangan orang biasa sampai pada mahasiswa yang diyakini sebagai ilmuan dan tidak mudah dipengaruhi. Tapi pada kenyataannya, target dan korban utamanya adalah mahasiswa sebagai penerus bangsa dan negara ini.

Mereka mempunyai visi merubah negara repulik Indonesia ini menjadi negara islam. NII menjadikan Islam sebagai dasar negara dan pemerintahan. Dalam proklamasinya disebutkan: “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam”. Dalam undang-undangnya dinyatakan: “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi adalah Al-Quran dan Al-Hadits”.


Salah satu perbincangan dalam masalah NII yang juga tidak kalah menariknya ialah masalah cuci otak atau brainwashing. Dalam menarik pengikutnya, NII ini melakukan cuci otak, sehingga apapun yang dikatakan oleh para pencuci otak diikutinya, terlepas hal itu bertentangan dengan pancasila atau tidak. Para pencuci ini memasukan doktrin-doktrin yang bertentangan dengan pancasila dan memasukkan klaim-klaim alias pembenaran-pembenaran di luar kelaziman.

Seorang tokoh yang membahas tentang cuci otak atau brainwashing, ialah Kathleen Taylor. Dalam bukunya  Brainwashing: The Science of Thought Control  (2004). Buku taylor ini menjelaskan bahwan istilah brainwashing  ini dikutip pertama kali oleh jurnalis Edward hunter dalam sebuah artikelnya di New Leader 7 Oktober 1950.

Sepanjang Perang Korea, Hunter menayangkan serangkaian kejadian mengenai peperangan itu. Taylor juga mengutip fenomena tahanan perang selama Perang Korea tahun 1950-an. Para tahanan (AS) yang dicuci otaknya, berbalik membela yang menahan (Korea Utara).

Cara inilah yang juga di pakai oleh para pencuci otak untuk membalikkan pemahaman mereka terhadap islam. pertanyaannya sekarang, bagaimana cuci otak versi NII?

Untuk lebih jelasnya, kita akan mulai dari awal perekrutan NII. Dalam hal ini penulis akan mengutip penjelasan dari Adnan Fahrulla selaku Komandemen Wilayah (KW) 9 Jawa Barat, yang dikutip oleh inilah.com.

Adnan menjelaskan bahwa sebelum mendekati korban, biasanya para pelaku (pencuci otak) memantau terlebih dulu calon anggotanya yang layak masuk dalam NII sesuai ajaran islam.

Setelah dilakukan pemantauan, lalu dilakukan pendekatan secara persuasive, tertutup rapi dan sangat terstruktur. Biasanya korbannya ialah mahasiswa atau pekerja muda yang berduit. Untuk mencari korbannya itu, dia akan datang langsung ke kampus-kampus, masjid kampus, dan juga perpustakaan.

Awal pembicaraannya mengenai minat calon korban, yakni seputar keislaman tetapi dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Mereka juga mulai menerapkan doktrin mengkafirkan orang di luar kelompoknya, mengkafirkan pemerintah. Menurut mereka, pemerintah adalah Thogut, berhala yang harus dihancurkan.

Jika ada calon korban yang merespon terhadap ajakannya atau diskusinya, dia akan di mintai alamat dan nomor teleponnya.

Kalau memang sangat meyakinkan, dia  akan dibawa ke dalam mobil dan ditutup wajahnya menuju ke suatu tempat yang disebut sebagai tempat pembaiatan. Dalam melakukan perekrutan itu, Kw 9 sangat selektif, mulai dari pemeriksaan kesehatan hingga pendidikannya. Hal itu dilakukan untuk mengetahui karakter pemikiran calon korban. Dalam proses tersebut dilakukan tes satu persatu soal keislaman secara umum.

Di tempat pembaitan inilah biasanya korban di cuci otaknya, berdasarkan salah satu korban cuci otak yang berhasil mematahkan argumen dari pencuci otak,  yang kami ambil dari website asaborneo.blogspot.com. Dia menceritakan bahwa ketika masuk dalam ruangan lalu ia disuruh membuka dan membaca terjemahan ayat, yang mana memaksakan “isi” menurut tafsiranya sendiri. Ayat-ayat tersebut biasa dipakai untuk membodohi korbannya.

Mereka juga memakai analogi yang logis untuk meyakinkan argumennya, akan tetapi sebenarnya hal itu tidak logis, sehingga korban ini dapat membantahnya. Setelah di bantah terus, baru diketahui bahwa pencuci otak tadi tidak tau apa-apa tentang agama yang mulia ini, toh meskipun dia mengaku sudah hatam mempelajari al-qur’an dan bersikap seperti ustadz yang kepenuhan ilmu-ilmu islam.

Kata-kata yang biasa dipakai oleh mereka untuk membodohi para korbannya ialah “kita semua masih kafir, karena hidup dibawah aturan yg dibuat manusia, yaitu UUD 1945 dan Pancasila. bukan dibawah Al-Qur'an dan hukum Islam! Karena manusia dilarang membuat aturan apapun, yang mempunyai kuasa itu" hanya Allah".

Sedangkan analogi yang biasa mereka pakai ialah "negara indonesia itu ibarat sebuah tong sampah yang kotor, dan orang beriman itu ibarat apel yang terbungkus dengan rapat didalam tong sampah tersebut. Walaupun tertutup rapat, namun kita sebut apa apel tersebut? Tetap dikatakn sampah!".

Berbagai cara akan dilakukan untuk membodohi korbannya, mereka akan memutar logika, sehingga pada akhirnya korban akan mengatakan “oh iya yah...bener juga” ketika keluar kata-kata ini, maka sebenarnya dia sudah memasuki pintu gerbang kesesatan yang dilakukan oleh para pencuci otak tersebut.

Untuk itu, mengenai trik menghindar atau cara menghadapi rekruitmen yang dilakukan NII, adnan fahrulla memberikan solusi, yaitu harus kenali dulu pola kerjanya mereka. Di antaranya, pelaku cuci otak masih berusia produktif, antara 20 hingga 30 tahun. Bahkan, ada juga pencuci otak yang masih remaja. Biasanya mereka bergerak lebih dari satu orang, minimal dua orang.

Yang tak kalah pentingnya ketika kita bertemu dengan orang yang seperti itu dan ada gejala-gejala seperti itu, kita tidak boleh berhenti berfikir dan minta perlindungan kepada allah yang maha esa yang memiliki segala kebenaran dan segala kekuasaan.
0 komentar

Posting Komentar

Flag Counter

free counters
Link Top Tutorial Blog Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Kotak Berlangganan

Enter your email address:

Followers

About Me

Foto saya
saya berasal dari orang yang menengah kebawah, tapi dengan keinginan kuat saya, tak menjadi penyebab bagi saya untuk tidak meneruskan kuliah, tekad yang bulat, dan keinginan yang menggebu-gebu mendorong saya untuk melang-lang buana atau merantau ke daerah yang jauh dari tanah kelahiran saya.