BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya pengawasan merupakan tindak lanjut dari tiga fungsi organik MANAGEMEN terdahulu (planning, organizing, dan actuating). Tanpa adanya ketiga fungsi tersebut tidak perlu ada pengawasan. Controlling (pengawasan) merupakan fungsi organik yang keempat dan yang terakhir daripada manajeme, George R. Terry Ph. D. berpendapat bahwa bila ketiga fungsi organik manajemen yang terdahulu telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka hanya sedikit saja yang diperlukan pengawasan (controlling). Tetapi sebaliknya ia berpendapat, bahwa dalam kenyataan memang tidak pernah terjadi planning, organizing, maupun actuating tersebut dilakukan secara 100% efektif. Dapat dipastikan adanya kekurangan-kekurangan, keslahan-kesalahan, penyimpangan-penyimpangan dan sebagainya yang tak mungkin di elakkan. Karena itulah pengawasan senantiasa sangat diperlukan, justru agar tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya benar-benar dapat dicapai secara efisien dan efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi contolling (pengawasan)?
2. Apa saja prinsip-prinsip pengawasan?
3. Bagaimana proses pengawasan?
C. Tujuan pembahasan
1. Diharapkan mampu mengetahui definisi controlling (pengawasan).
2. Bisa mengetahui prinsip-prinsip pengawasan sehingga mampu mengetuhui kegunaan pengawasan.
3. Dapat mengetahui proses pengawasan sehingga mampu mengaplikasikannya dalam dunia nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Controlling (Pengawasan)
Stoner dan Wankel (dalam Subardi,1992:6) “Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali Menurut ke jalur tujuan yang benar”. Sementara itu menurut McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143) Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan . Selanjutnya Smith (dalam Soewartojo, 1995:131-132) menyatakan bahwa: “Controlling“ sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. Pengawasan merupakan kegiatan-kegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai , atas atau bawah suatu sistem dapat menerima batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan. Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.
Akan tetapi kreitner mendefinisikan pengawasan sebagai proses melakukan tindakan koreksi yang dianggap perlu untuk menjamin tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Lain halnya dengan Henry Fayol salah seorang perintis ilmu manajemen mengartikan bahwa pengawasan adalah pemeriksaan apakah semua yang terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, instruksi yang dikeluarkan sesuai dengan prinsip yang ditetapkan. Jadi pengawasan dimaksudkan untuk melihat kelemahan dan kesalahan dan akhirnya memperbaikinya dan mencegah jangan timbul lagi.
Dari semua definisi tersebut dapat kami simpulkan bahwa pengawasan merupakan keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang manajer untuk menjamin agar segala aktifitas dalam sebuah organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya untuk mencapai keseluruhan tujuan organisasi.
B. Prinsip-Prinsip Pengawasan
Untuk memungkinkan adanya suatu system pengawasan yang efektif perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Antara lain yang sangat pokok bahkan merupakan syarat mutlak adalah:
a) Adanya suatu rencana tertentu, karena tidak mungkin melaksanakan pengawasan tanpa mengetahui apa-apa yang telah direncanakan. Rencana-rencana tersebut itulah justru yang merupakan pedoman pertama.
b) Adanya pemberian instruksi-instruksi serta wewenang kepada bawahan. Tidak mungkin suatu rencana dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat, tanpa adanya kejelasan-kejelasan tentang cara pelaksanaan rencana tersebut bagi para pelaksana. Karena itu pemberian instruksi serta wewenang-wewenang yang jelas kepada bawahan sangat penting untuk memungkinkan terlaksananya suatu rencana.
Disamping dua prinsip pokok tesebut, masih ada prinsip-prinsip pengawasan yang lain, menurut Harold Koontz dan Cyril O. Donne dalam bukunya “principle of management” bahwa syarat-syarat ataupun prinsip-prinsip suatu sistem pengawasan yang baik adalah sebagai berikut:
a) Pengawasan harus mencerminkan sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari suatu kegiatan yang diawasi.
b) Pengawasan harus dapat menunjukkan secara cepat penyimpangan-penyimpangan sehingga dapat segera diatasi.
c) Pengawasan harus fleksibel (kenyal), dalam artian harus tetap dilaksanakan dalam keadaan apapun, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana-rencana diluar dugaan.
d) Pengawasan harus mencerminkan pola organisasi, karena merupakan kegiatan-kegiatan penting dalam organisasi dan dijalankan oleh orang-orang yang bertanggung jawab dalam organisasi.
e) Pengawasan harus bersifat ekonomis, tidak justru menimbulkan pemborosan-pemborosan.
f) Pengawasan harus dapat dimengerti, artinya pelaksana-pelaksana pengawasan dan stafnya harus benar-benar mengerti sistem pengawasan yang akan dilakukan.
g) Pengawasan harus menjamin diadakannya tindakan korektif, tidak cukup hanya mengetahui penyimpangan-penyimpangan dalam pengawasan tersebut tanpa disertai dengan korektif.
C. Proses pengawasan
Dari uraian tersebut jelas bahwa pengawasan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga sangat dibutuhkan langkah-langkah dalam pengawasan, yaitu sebagai berikut:
1) Menentukan standar atau dasar untuk pengawasan.
Yang menjadi titik perhatian dalam suatu pengawasan adalah sasaran yang hendak dicapai dan disesuaikan pelaksanaannya dengan rencana atau standar yang telah ditetapkan. “Standar” adalah alat yang penting sekali untuk manajemen yang dapat dipergunakan dalam berbagai cara dan untuk berbagai keperluan. Alat pengukur ini harus harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum para pelaksana(bawahan) melaksanakan pekerjaannya dan mereka harus benar-benar mengetahui standar yang telah digunakan atasannya untuk menilai pekerjaannya.
2) Meneliti pelaksanaan pekerjaan.
Ini merupan fase kedua dari proses pengawasan dan merupakan fase penilaian atas dasar standar yang telah ditetapkan tersebut diatas. Disini dibandingkan antara hasil pelaksaan kerja (actual result) dengan standar yang telah ditetapkan tersebut. Dari situlah akan dapat diketahui adakah penyimpangan-penyimpangan, kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan, dan sebagainya atau tidak. Kalau ada perlu segera tindakan-tindakan koreksi.
3) Mengadakan tindakan perbaikan (koreksi)
Fase ini hanya dilaksanakan apabila fase-fase sebelumnya sudah dapat dipastikan terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Dalam hal ini pertama-tama harus diteliti benar-benar apa yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan tersebut. Setela diketahui benar barulah diadakan tindakan-tindakan perbaikan atau koreksi. Bila sudah tidak mungkin diadakan perbaikan dalam arti mengembalikan sesuai rencana, maka perlu diadakan peninjauan kembali tentang rencananya itu sendiri. Dengan tindakan perbaikan inilah proses pengawasan menjadi lengkap. Sistem pengawasan yang luas dan efektif bersama-sama dengan keputusan-keputusan yang bijaksana dari pimpinan, adalah yang paling baik.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa definisi pengawasan ialah merupakan keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang manajer untuk menjamin agar segala aktifitas dalam sebuah organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya untuk mencapai keseluruhan tujuan organisasi.
Sedangkan prinsip-prinsip pengawasan yang paling mutlak ialah:
a) Adanya suatu rencana tertentu
b) Adanya pemberian instruksi-instruksi serta wewenang kepada bawahan.
Sementara proses pengawasan itu sendiri ialah sebagai berikut:
1. Menentukan standar atau dasar untuk pengawasan.
2. Meneliti pelaksanaan pekerjaan.
3. Mengadakan tindakan perbaikan (koreksi)
DAFTAR PUSTAKA
Martoyo, Susila, 1988, Pengetahuan Dasar Manajemen Dan kepemimpinan, (Yogyakarta : BPFE).
Panglaykim, dan Tanzil Hazil, 1981, Manajemen Suatu Pengantar, (Jakarta : Ghalia Indonesia).
Gitosudarmo, Indriyo, 1999, Prinsip Dasar Manajemen, (yogyakarta : BPFE).
Harahap, Sofyan Syafri, 1996, Manajemen Kontemporer , (jakarta: PT Raja Grafindo Persada).
Budiono, 2005, Kamus Ilmiah Populer Internasional, (Surabaya: Alumni).
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)